Jumat, 29 Mei 2009

PUISI KARYAKU

SAJAK
Karya: Titin Yulianti P



Menatap fragmen terkepung picik
Tampak raut pantulan tanah
Melahap kering teriaki dalih
Terasa nyeri hentakan asap

Entah dimulai sejak kapan…
Jiwaku bergaun ramping
Terlalu sesak menampung rasa
Mata retinaku menangkap cahaya dalam percik
Rasa dan asaku memaksa bunga mengatup
Semua sayup, sendu, lirih

Lupa hangat rasa
Fana mencicip rasa

Inikah sajak cinta yang telah mereka prosakan?
Aku seperti jauh dari bahasa
Sastra seperti takut padaku

Entah dimulai sejak kapan…
Seminggu atau sewindu

Kutelagakan bening alir
Agar kita tetap tertawa
Agar cinta kita rasa

Ketika harus aku sajakkan prosa cinta
Aku merenung pada rasaku
Aku menatap pada ragaku
Satu

Sajak tak menjadi prosa karena cinta tak kurasa

(Bantul, 18 Juli 2006)


SEMUA MERASA

Semua yang bernyawa merasa
Terbang melayang di bawah pelupuk surya
Semua yang mengenal merasa
Tersanjung terbuai dalam perasaan maya
Merasa di bawah surya maya

Aku ikut merasa dan merasa ikut
Itu semua karena bernyawanya aku
Dia… Pria itu… Siang itu
Telah memberiku nyawa
Tak kusangka nyawa itu menghidupiku

Tapi… Aku heran kenapa dia juga
Memberi nyawa terang hingga semua merasa
Kenapa tak berikan nyawa berasa padaku saja
Padaku saja hingga hanya aku yang bernyawa
Aku benci…aku ingin menepis rasa semua rasa

Aku ingin nyanyian itu hanya rasaku
Puisi dan sajak itu untukku
Meski aku dan semua tak benar di pelupuk surya
Surya itu begitu jauh dari nyawaku
Nyawa itu hanya satu
Satu… begitu kecil dan pendek
Mana bisa sampai ke surya yang jauh
Begitu jauh tinggi dan tuli

Pria… surya… dia jauh dan tuli
Andai dia tak tuli, jika dia anjing
Alangkah besar nyawaku untukknya
Aku bisa berteriak dan menebar aroma jiwa
Dan jika dia anjing aku akan senang
Dia pasti bisa tahu arti nyawa yang
Dia berikan itu buatku.


Ruang 308 PBSI UAD
Senin, 20 Des 2004




ANYIR
Karya: Titin Yulianti P

Lepas hempas nafas panas
Semua usai sebelum selesai
Teriak retak beriak hentak
Semua padam sebelum malam

Ketika kandil percik
Ketika bayu melagu
Mayapada bersaksi
Jagadraya peduli
Sinaran bersaing tujuh purnama
Berlalu…

Kini…
Bumi menjerit
Ombak teriak
Keping bersaing
Debu menggebu
Kini…

Puluhan bahkan ratusan jiwa kini rusak harap dan meratap
Ratusan bahkan ribuan atap kini tak tertatap
Ribuan bahkan jutaan imaji kini tersaji dalam api

Dimulai kini
Dan aku hanya bisa menatap dan bernyanyi dalam syairku
Syair kugubah menjadi darah
Darah kualir sampai anyir
Anyir kubujuk menusuk rongga penguasa

Mulai kini hingga mereka merasa



PANGERAN DAN ISTANA BUNGA

Hari ini hatiku kembali berbunga
Semua yang kulakukan terasa indah
Semua yang kulihat berbunga
Bahkan saat aku berjalan aku merasa menginjak mawar
Lembut tak berduri
Aku merasa rumahku ini istana bunga
Tembokku adalah rajutan anggrek berwarna putih
Lantaiku adalah mawar merah yang mekar merona
Dan tenpat tidurku adalah melati putih yang harum sepanjang masa

Aku merasa menjadi putri dalam istana bungaku
Istana yang di dalamnya tinggal seorang putri
Bersama sang pangeran
Oh… bunga… oh… pangeran…
Pangeran
Kau sungguh tampan
Kau mengindahkan istanaku dan semua yang keluar dari mulutmu adalah sabda
Sabda yang kuingat saat aku mulai merajut
Mimpi dalam harum istanaku

Pangeran hariku indah karenamu
Kau beri warna
Kau beri rasa
Kau beri aroma dalam bunga pembuat istana

Jubahmu sungguh indah
Memang kau lebih indah karenanya
Tapi itu bukan sumber indahmu, itu tak seindah sabdamu
Tapi pangeran, itu sumber cintaku
Cintaku bersemi karena itu, karena jubahmu
Tapi pangeran, aku mencintaimu bukan karena itu
Karena kau lebih indah dari jubahmu


“Depan Hall UAD”
30 Maret 2005




SAYUP SENJA
Karya: Titin Yulianti P

Sore itu seorang gadis berjalan
Dalam remang dan sayup senja
Kaki kurus itu basah dan dingin
Terpercik air tangisan langit

Sore itu dia berjalan dalam tiup angin berisik
Perasaan tak rela itu dia kubur dalam, demi sesuatu
Tak tentu memang, tapi harus jika ia masih tentu
Matahari tak berlangit, panas memang tapi buruk

Dalam percik gerimis yang deras lebih dari ombak
Di bawah bulatan pelindung yang goncang karena angin
Dia berjalan ke sana kemari mencari sesuap tak enak
Mencari demi mencari kebaktian pada bunda saja

Dalam selimut badai tubuh kurus itu basah dan hampir jatuh
Dia tak pernah tahu arti sesuatu bahan itu untuk bundanya
Padahal dalam istananya banyak yang lebih berharga
Tapi mengapa dia harus berjalan dalam dingin dan basah
Dalam rintik yang mendewasakan

Dalam dingin dan basah yang sangat
Dia berkata seraya pilu “Demi kau!”


21 Desember 04




ARTI KATA CINTA
Karya: Titin Yulianti P

“Aku menggenggam terlalu banyak”
Begitu kata Gibran dalam suratnya
“Ini kali tidak ada yang mencari cinta”
Begitu kata Amir Hamzah
“Aku ini binatang jalang”
Begitu kata Chairil dalam “Akunya”

Ah… Apa pentingnya kata mereka?
Pentingkah kata yang sampai saat ini tak kumengerti itu?
Mungkin suatu saat, jiwa, pikir, dan bahkan imajiku akan mengerti!
Tapi kapan? 1 tahun, 1 windu, 1 abad…
Atau kapan?
Untuk itukah hidupku?
Ya…aku tahu Tuhan memang adil
Tapi adilkah jika otak picik ini harus pahami segala kata hasil seniman maha kata?
Adilkah? Adil?
Jika bukan karena iman yang memang harus ada itu…
Tentu saja aku takkan berkata bahwa itu adil

Kalau saja diijinkan, ingin sekali gunting bagian hati tempatnya bersemayam
Ingin sekali aku membuang sisi hati yang terjangkit virus cinta.

Ah…The power of love…cinta…
Maha dahsyat memang!
Hingga saat ini aku tak bisa sekedar mengerti, apalagi merasa…
Bukankah itu wajar?
Cinta memang lebih rumit, sulit, dan sakit dari Kalkulus, Morfologi, Statistik, dan segala macam ilmu lain…

Cinta…
Dari aku berumur satu hari, dua hari, dua puluh tahun, selalu ada.
Infotaintment, sejarah, ilmu di bangku sekolah, pejabat tinggi, kerajaan, pemerintahan, negara, selalu saja berkait dengan cinta.
Tapi kenapa aku…tak pernah tahu?
tak pernah merasa dan haus rasa…

Pentingkah cinta dalam jiwa kita?
Kurasa cinta hanya sebatas kata leksikal saja.



SECERCAH NYALA SEMPURNA
Karya: Titin Yulianti P


Merasa punya arti dan kekhususan
Lontaran kata mungil bijak terucap dari
Bibir maha kata
Tatap sunyi tajam cekam hangat berarti dari
Mata maha tatap

Berawal dari berjuta kegelisahan,
Dan tak kusangka Belibis menjadi raja
Aku benar-benar merasa kurma surga
Manis, hingga sisa kotoranku bersemut

Awal kau berjalan meski semua mata terpejam,
Meski semua mulut penuh hardikan
Rajutan rasa anyaman jiwa terkuak
Seribu decak terlantun bersahaja
Menyusuri perawakan karya
Suatu karya yang indah, menarik, dan kadang begitu sakleg
Menderaskan kekaguman

Awal kau bicara rembulan terasa gulali
Dan angin aroma kasturi
Telinga tuli saja yang membantu lisan
Berkata kau tak berharga
Mata cacat saja yang menangkap redup
Bagiku, semua yang ada padamu nyala percik
Tapi lebih dari sinar benderang

Malam ini aku merasa kau lebih indah
Dari bulan, bumi, galaksi bimasakti, dan susunan tata surya
Saat jiwa lewat telinga tersiram kata
Sengaja

Ah…jika dunia berbisik lewat surya
Dan surya berteriak pada pasir dan angin
Akan kukabarkan bahwa bagiku
Kau rasa
Kau nyawa
Kau raga
Dan dengan ribuan keberanian kuikrarkan,
Kau cinta!
Cinta?
Ini bukan cinta!
Ini kekaguman luar biasa!
Karena di mataku kau sempurna
Secercah nyala sempurna


INI SALAHKU?
Karya: Titin Yulianti P
Apa ini salahku?
Tak adil rasanya jika kau tuduh aku
Aku tak seperti itu
Sekotak mungil berisi dunia
Tempat kita mengumbar dunia
Bahwa antara aku, kau, dan mantan pacarmu
Terbungkus dalam kotak itu

Kurasa ini salahmu
Mengajakku menari dalam telapak tangan
Yang dengan mudah terbalik
Apa ini salahku?
Ketika kita terjatuh jauh

Kau terlalu picik
Bayangkan saja jika dia tak membalik telapaknya
Apa mungkin kita bisa bertahan?
Saat dia ombang-ambingkan tangannya cipta badai

Sekuat itukah kita?
Jika ternyata pondasi yang kita bangun selama ini
Selama kaca membusuk
Dan selama teki berbuah labu
Ternyata kau letakkan pada tanah yang salah
Pada tanah empuk bekas bangkai terkubur

Apa ini salahku?
Jika sekarang pondasi itu roboh
Hanya karena
Tiupan angin yang sama sekali tak kencang
Karena hujan yang tak membasahi tanah
Karena panas yang tak mencairkan es
Hanya karena satu kibasan telapaknya

Kurasa dia yang salah

“Rumahku”
30 Maret 2005




NANTI
Karya: Titin Yulianti P

Kuerat genggam pasir dalam tangan
Erat, berat
Kusangga puing dalam perkasa
Kuat, lekat
Rapuh

Aku terkapar
Tapi aku yakin ini hanya masalah waktu
Biar jika kurma belum kurasa
Aku puasa

Lentik jemari hasratku mulai menggapai nirwana
Dan kau tahu apa yang terjadi?
Sepenggalah aku sudah terengah
Kuat setelah kusiram alir bening rasa
Lelah menyapa asa
Keruh
Jatuh

Aku terjatuh setelah kau bunuh
Hah, kupatri dalam nadi bahwa suatu saat nanti
Ketika rembulan datang siang
Ketika surya datang kelam

Semua yang tertunda akan tiba

Kapan?

Nanti!





SEINDAH BUMI
Karya: Titin Yulianti P

Tak seindah bumikah aku?
Karena di mata semua orang
Aku hanya seindah bulan yang tak punya keindahan nyata
Hanya indah di waktu malam
Saat semua orang enggan keluar rumah
Apalagi untuk sekedar menatap langit

Mengapa aku tak seindah bumi?
Begitu indah dan dibutuhkan semua orang
Selalu ada dalam pikiran semua orang
Dalam pelukan cinta semua orang, siang dan malam.
Hingga tak seorang pun berpikir untuk meninggalkanku,
Bahkan ketika mereka ingin tidur sepanjang masa
Mereka memilih tidur dalam pelukanku.

Tapi sayang…aku tak seindah bumi
Tempat segala kesenangan duniawi dan sumber kehidupan manusia ditawarkan
Tapi aku hanya seindah bulan
Yang tak pernah diperhatikan dan dibutuhkan oleh manusia
Karena tanpa bulan nyawa, cinta, dan suara mereka tetap ada

Tidak ada komentar:

Posting Komentar