Jumat, 29 Mei 2009

Aksi Tanam Sepuluh Pohon

Sebuah drama singkat oleh Titin Prawesti

PEMERAN
1. RENDRA : Ketua OSIS.
2. HANIK : Sekretaris OSIS.
3. VITRI : Bendahara OSIS.
4. ELLYA : Anggota OSIS.
5. RINDU : Anggota OSIS
6. BU IDAWATI : Guru pembina OSIS.

Drama ini menceritakan beberapa siswa SMA Pejambon yang tergabung dalam OSIS. Mereka ingin mengadakan kegiatan yang dimaksudkan untuk mengurangi dampak dan menekan proses pemanasan global. Kegiatan ini mereka beri nama “aksi tanam seribu pohon”. Mereka mengalami kesulitan merealisasikan kegiatan ini karena terbentur masalah dana. Pihak sekolah sulit dimintai dana sehingga Rendra, si ketua OSIS naik darah, dia bingung. Semua anggota OSIS yang dalam drama ini diperankan oleh lima orang, sudah tidak tahu lagi apa yang harus dilakuka. Pertengkaran demi pertengkaran terjadi, diselingi dengan kepolosan tokoh Vitri yang membuat Rendra dan kawan-kawannya semakin naik darah. Klimaksnya adalah ketika terjadi perdebatan antara Rendra dan teman-temannya di depan Bu Idawati, juga saat Rendra membantah pernyataan Bu Idawati. Akhir drama ini adalah kekecawaan anggota OSIS terhadap Bu Idawati yang ternyata tidak tahu persis pentingnya pohon bagi penekanan proses pemanasan global.

Panggung adalah ruangan berisi sebuah meja dan dua buah kursi. Panggung dimaksudkan sebagai sebuah markas OSIS suatu SMA di sebuah desa tertinggal. Lampu panggung tampak terang. Rendra, seorang siswa kelas XI SMA Pejambon, berseragam sekolah, menyandang sebuah ransel di lengan kanannya, tampak melangkah lemas memasuki panggung. Lelah dan kecewa. Duduk di kursi dan menaruh ransel di sampingnya. Ia tertunduk lesu dan kemudian mengangkat wajahnya.

RENDRA : Apa jadinya dunia ini tanpa matahari? (MEMEGANG KENING DAN MELIHAT KE ATAS) Apa jadinya pula kalau dunia ini punya dua, tiga, empat, atau sepuluh matahari? (MENGAMBIL KIPAS DARI DALAM TAS, LALU MENGIPASI WAJAH DAN BAGIAN KEPALANYA)
Kipas ini selalu menemaniku kemana saja aku pergi. Mungkin kalau sekolahku ini adalah sekolah para anak pejabat, akan dipasang AC di setiap ruangan. (BERJALAN KE ARAH TENGAH)
Sayang sekali aku bersekolah di tempat yang biasa saja. Di desa kecil lagi. Eh…eh…desa saja panas begini, apalagi kota. Ah tidak, tidak. Di kota ada AC.

HANIK : Assalamualaikum, Ren! (HANIK MASUK RUANGAN, MEMBAWA PROPOSAL KEGIATAN DAN SOFT DRINK. DUDUK)

RENDRA : Wa’alaikumsalam. Enak ya panas-panas gini minum soft drink. Bagi dong! (MENGAMBIL SOFT DRINK DARI TANGAN HANIK. MINUM)

HANIK :Ren, ren, kamu memang tidak pernah berubah. Selalu saja tidak sopan, merebut barang orang dengan paksa. (MENGELUARKAN PROPOSAL) Ren, cobalah kau periksa proposal kita. Tadi malam aku sudah berhasil mengerjakannya, ya…tentu saja dengan bantuan temanku yang sekolah di SMA SMASE. Eh, tau ga…

RENDRA : Apa? Kamu mau bilang temanmu itu ganteng? Pintar? Beda dengan cowok yang laen? Ayo bilang! Aku sudah tau arah pembicaraanmu. Dan kalimat terakhirmu pasti…aku mau lho seandainya dia nembak aku! Gitu kan??? (MELETAKKAN MINUMAN DAN MENGAMBIL PROPOSAL)

HANIK : Hei…hallo…kamu ga papa kan? Kamu kenapa seh? Cemburu? Ha ha ha. Atau marah karena kubilang kamu ga sopan? (CENTIL)

RENDRA : Enggak, aku ga papa. Makin hari omonganmu makin nonjok. Eh, kapan kita mau ngajuin ni proposal?

HANIK : (SENYUM) Memangnya kamu sudah setuju dengan isi proposal itu? Ya…kalau kamu sudah setuju, kita bikin rapat, kita undang semua anggota OSIS. Kalau perlu, guru dan karyawan. Tapi…sebelum itu, kita berdua harus menyamakan persepsi.

RENDRA : (SINIS) Alah, sudahlah, yang penting kita ajukan saja proposal ini, ga usah pake rapat. Pokoknya, kita buat panitia boongan aja. Aku dah capek. Lagian persepsi, kita tidak akan sama. Otak kita beda. Kalau sama, tentunya dah lama kita jadian!

HANIK : Ren, kamu ga boleh gitu dong. Profesional dikit kenapa seh! Aku tau kamu capek jadi ketua OSIS, tapi kamu harus inget, kamu tu terikat kontrak, sebelum satu tahun, kamu ga boleh mundur. Kamu harus tep ngejalanin tugasmu. Sampai periode kepengurusan kita habis.

RENDRA : Aku sudah lama menganggap kepengurusan kita berakhir.. Kamu pikir enak, punya jabatan tapi tidak pernah dihargai? (MEMBENTAK. BERDIRI. MENGGEBRAK MEJA)

HANIK : (BERDIRI) Kamu pikir enak, jadi sekretaris seorang ketua yang tidak bertanggung jawab? Aku juga capek, aku juga merasakan apa yang kamu rasa. Kecewa, merasa tidak dihargai, aku juga rasakan hal yang sama, Ren! Dan asal kamu tahu, proposal-proposal kita yang lalu selalu ditolak bukan karena jelek. Tapi…

RENDRA : Tapi karena terlalu banyak serigala berbulu domba di sini. Terlalu banyak orang yang lebih memilih makan dengan mengambil beras dari gudang tetangga. Kepala sekolah, guru, dan semua isi sekolah ini sudah ikut memanas rupanya. Otak mereka sudah mencair dan mengalir melalui lubang telinga. Bu Idawati, beliau harapan kita satu-satunya.

HANIK : Sudahlah, Ren!

(VITRI, BENDAHARA OSIS BERBADAN KURUS, AGAK HITAM DATANG DENGAN NAFAS TERSENGAL-SENGAL)

VITRI : Ren, ada kabar gembira, tadi ga sengaja aku lewat depan ruang kepala sekolah. Ada rapat di sana. Kalau aku tidak salah dengar, sekolah kita dapat bantuan dana dua puluh lima juta dari pemerintah pusat. Dan aku yakin proposal kegiatan pencegahan pemanasan global yang kita buat akan diterima. Dana mengucur, dan kegiatan kita….

RENDRA : Diam!!! Kamu mendengar ada bantuan dana itu mungkin memang benar, tapi kurasa keyakinanmu bahwa proposal akan diterima itu mustahil.

VITRI : Enggak, Ren! Aku yakin akan diterima. Han, panggil Rindu dan Ellya.

HANIK : (BERDIRI DAN MENINGGALKAN RUANGAN) Baiklah, daripada di sini, efek pemanasan global yang tadinya hanya sedikit terasa, sekarang menjadi dua kali lipat saat ketua kita sedang marah.

RENDRA : He, kalau kamu tidak suka aku di sini, aku bisa pergi. (MENUNJUK KE ARAH HANIK)

VITRI : Sudah. Hari ini juga, kita undang kepala sekolah, wakil kepala sekolah, dan Bu Idawati untuk membahas rencana kegiatan aksi tanam sejuta pohon. Ya…kalau dirasa terlalu banyak ya jangan seribulah. 10 kurasa cukup.

RENDRA : Ya Tuhaaan! Dosa apa aku ini, punya teman kerja ga da yang beres! Seribu itu kan cuma namanya, kenyataannya satu saja belum tentu bisa, Vit. Ya sudah, sekarang juga kamu undang mereka atau kita yang datang kekantor guru?

VITRI : Tidak, mereka saja yang kita undang ke sini. Kurasa ga masalah. (PERGI MENINGGALKAN RUANGAN, DISUSUL RENDRA)

Ruangan kosong.
Sepi.
Semua anggota OSIS sibuk mempersiapkan kegiatan aksi tanam sejuta pohon yang dimaksudkan untuk mengurangi proses pemenasan global. Setidaknya untuk mengurangi dampaknya di lingkungan sekolah mereka.
Jam menunjukkan pukul 13.00 WIB, waktu yang seharusnya diisi dengan pelajaran, tapi habis untuk mempersiapkan aksi
yang entah kapan baru bisa terealisasi.

(HANIK, RINDU, ELLYA MASUK RUANGAN)

ELLYA : HE…kemana ketua kita yang kerjanya marah-marah tu? Kok kosong? (MELIHAT-LIHAT KE SEKELILING RUANGAN)

RINDU : Iya ne, gangguin orang belajar aja. Udah lah, ayo El, kita balik ke kelas aja. Pemanasan global, otakku juga dah panas kok mikir ulangan Matematika tadi. (MENUJU PINTU KELUAR)

ELLYA : Eh eh eh, tunggu dong, Rin! Kok sewot seh? Kalau semua orang yang ada disini sewot, bukan hanya pemanasan global yang bakal kita rasa, tapi pemanasan lokal pada otak kita. (TERTAWA) Hehe, ya kan?

RINDU : Semua memang dah panas. Huh… (DUDUK)

HANIK : El, Rin, kalian harus bantu aku. Waktu kita menghadap kepala sekolah nanti, aku harus bisa mempersiapkan kata yang mujarab biar proposal kita goal. Gini, pura-puranya kalian jadi guru ya! (MEMBENAHI POSISI DUDUK) Pak, kami akan mengadakan aksi tanam seribu pohon di lingkungan sekolah kita, untuk mengurangi proses dan dampak pemanasan global yang membuat kita tidak nyaman.

RINDU : Kegiatan itu tidak perlu dilakukan, panas kan bisa pake kipas, lagian sekolah kita tidak punya dana.

HANIK : Tapi, Pak. Bukankah sekolah kita baru saja mendapat bantuan dana dari pemerintah pusat.

ELLYA : Heh, lancang sekali kamu. Dana itu akan digunakan untuk membangun fasilitas sekolah yang lebih penting.

HANIK + RINDU + ELLYA : Ha ha ha……

VITRI MASUK BERSAMA BU IDAWATI)

VITRI : Mari, Bu. Silahkan masuk.

HANIK : Silahkan duduk, Bu! (BERDIRI DAN MEMPERSILAHKAN BU IDAWATI DUDUK DIKURSI YANG SEMULA IA TEMPATI)

BU IDAWATI : Ya, makasih ya. (DUDUK) Bagaimana, sampai dimana kalian mempersiapkan kegiatan pencegahan pemanasan global yang sering sekali dibahas di media masa itu?

RINDU : Ah…masih berkutat di proposal, Bu. (SINIS)

ELLYA : Ssst (MENYENGGOL BAHU RINDU)

HANIK : Itulah, Bu, kami mengundang Ibu kemari untuk membahas rencana kami tentang kegiatan yang kami anggap positif itu.

BU IDAWATI : Ya, kalau begitu, silahkan kalian utarakan apa yang kalian inginkan, dan saya akan bantu sebisa saya. Tapi, ibu rasa, perundingan ini akan hambar tanpa Rendra. Dimana anak itu?

VITRI : Anu….emmm, dia sedang menggandakan proposal, Bu. Sebentar, biar saya telepon dia. (BERJALAN KE BAGIAN KANAN PANGGUNG DAN BERPURA-PURA MENELEPON RENDRA) Gimana, o…udah, y dah cepet kesini, dah ditunggu Bu Idawati. (KEMBALI KE TEMPAT SEMULA)

BU IDAWATI : Kita tunggu Rendra atau mulai sekarang.

VITRI : Dimulai sekarang saja. Tapi, maaf, saya minta ijin sebentar ke belakang. (MENDEKATI HANIK. BERBISIK) Han, kamu handle dulu ya. Aku mau cari Rendra, dia marah tadi. Oke!

HANIK : Tapi…(BINGUNG)

VITRI : Sudahlah…kamu pasti bisa. Jangan lupakan tujuan awal kita, mengurangi dampak pemanasan global dengan aksi tanam seribu pohon. Ya…kalau memang susah, sepuluh cukup lah! (KELUAR)

BU IDAWATI : He…ada apa dengan kalian berdua? Jadi ga acaranya?

HANIK : Begini, Bu. Seperti yang sudah Ibu ketahui, kami akan mengadakan kegiatan aksi tanam seribu pohon sebagai salah satu cara mengurangi dampak dan menekan proses pemanasan global.

BU IDAWATI : Saya mau tanya, apa yang kalian pahami tentang pemanasan global?
ELLYA : Kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer laut dan daratan bumi. sebagian besar peningkatan temperatur rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia melalui efek rumah kaca.
RINDU : Pemanasan global berdampak terhadap cuaca, tinggi permukaan air laut, pantai, pertanian, kehidupan hewan liar dan kesehatan manusia. Itulah alasan dasar kami ingin mengadakan kegiatan ini, Bu.
HANIK : Cara yang paling mudah untuk menghilangkan karbondioksida di udara adalah dengan memelihara pepohonan dan menanam pohon lebih banyak lagi. Pohon, terutama yang mudah dan cepat pertumbuhannya, menyerap karbondioksida yang sangat banyak, memecahnya melalui fotosintesis, dan menyimpan karbon dalam kayunya. Di seluruh dunia, tingkat perambahan hutan telah mencapai level yang mengkhawatirkan. Di banyak area, tanaman yang tumbuh kembali sedikit sekali karena tanah kehilangan kesuburannya ketika diubah untuk kegunaan yang lain, seperti untuk lahan pertanian atau pembangunan rumah tinggal. Langkah untuk mengatasi hal ini adalah dengan penghutanan kembali yang berperan dalam mengurangi semakin bertambahnya gas rumah kaca.
BU IDAWATI : Ibu tidak menyangka, kalian sepandai ini, dan mempunyai niat mulia dengan berniat mengadakan kegiatan itu.
(RENDRA DAN VITRI MASUK)
RENDRA : Ya…niat kami memang mulia, tapi sedikit sekali yang menyadarinya. Dan dari sedikit orang itu, tidak ada yang bisa membantu kami.
BU IDAWATI : Rendra, kamu bicara apa, Nak? (DATAR) Tentu saja Ibu akan membantu kalian.
RENDRA : Dengan apa, Bu? Semangat? Yang kami butuhkan uang.
ELLYA : Ren, jaga mulut kamu! Bu Idawati pasti akan membantu kita.
RENDRA : Aku tahu, de… ngan… se… ma… ngat! Yang mungkin saja sekarang sudah mulai luntur.
RINDU : (MENAMPAR RENDRA) kalau kamu tidak bisa berunding dengan sopan, lebih baik kamu keluar. Kalau kamu tidak mau keluar, aku yang akan keluar.
RENDRA : Kau tahu apa tentang perundingan?
RINDU : Aku memang tidak tahu banyak tentang perundingan. Tapi aku sangat mengenal sopan santun. Permisi! (KELUAR)
ELLYA : Kamu keterlaluan, Ren! (KELUAR)
BU IDAWATI : O…Jadi selama ini, ini yang kalian lakukan di markas? Pantas saja semua kegiatan kalian selalu gagal. Ren, sebagai ketua, kamu harus bijaksana. Ibu akan bantu kamu
RENDRA : Jadi ibu menyalahkan saya?
HANIK : Tidak ada yang salah dalam hal ini. Bahkan ketika dana tidak mungkin turun pun tetap tidak ada yang bisa disalahkan.
VITRI : Bu, kami berniat meminta bantuan dana dari pihak sekolah untuk membeli beberapa pohon untuk kegiatan kami. Ya…kalau dirasa memberatkan tidak perlu seribu lah, sepuluh cukup. Dan kami akan ganti nama aksi kami menjadi aksi tanam sepuluh pohon.
RENDRA : He bodoh, kamu tidak mengerti juga, aksi tanam seribu pohon itu kan cuma nama, yang ditanam tentu tidak seribu (MEMEGANG KEPALA)
BU IDAWATI : (TERSENYUM) ya…ibu sudah tahu gambaran kalian. Tapi, Ren, seperti yang kamu ketahui, dana dari sekolah tidak mungkin turun. Kita harus cari cara lain.
RENDRA : Maksud Ibu?
BU IDAWATI : Ya, kita buat acara penggalangan dana. Konser musik misalnya, atau pentas teater. Kalian yang main dan kita suruh penonton membeli tiket. Gimana?
VITRI : Ide yang cemerlang!!!
HANIK : Kita akan adakan di halaman depan sekolah.
RENDRA : Uang hasil penjualan tiket akan kita gunakan untuk membeli pohon. Pentas tidak perlu mewah, kita pinjam panggung dari persewaan ayahku. Tidah perlu bayar. Ya…terimakasih ya, Bu!
BU IDAWATI : Ya, Ibu akan selalu berusaha berikan yang terbaik untuk kalian dan untuk aksi pengurangan dampak dan penekanan proses pemanasan global itu.
(SEMUA TERTAWA)
RENDRA : Tunggu, tapi ditengah halaman sekolah kita ada pohon Akasia yang ukurannya cukup besar. Pohon itu akan mengganggu penonton saat melihat panggung.
(SEMUA DIAM)
BU IDAWATI : Ibu ada ide. Kita tebang saja pohon itu, biar penonton semakin bebas melihat panggung.
RENDRA VITRI HANIK : APA??????????
RENDRA : Ya Allah….
Layar ditutup.
Selesai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar